KESEHATAN MENTAL
A. Orientasi Kesehatan Mental
Kesehatan mental, berasal dari dua kata, yakni “kesehatan” dan “mental”.
Kesehatan berasal dari kata “sehat”, yang merujuk pada kondisi fisik.
Individu yang sehat adalah individu yang berada dalam kondisi fisik yang
baik, dan bebas dari penyakit. Sedangkan “mental” adalah kepribadian
yang merupakan kebulatan dinamik yang tercermin dalam cita-cita, sikap,
dan perbuatan. Mental adalah semua unsur-unsur jiwa termasuk pikiran,
emosi, sikap, dan perasaan yang dalam keseluruhan atau kebulatannya akan
menentukan tingkah laku, cara menghadapi suatu hal yang menekan
perasaan, mengecewakan, atau yang menggembirakan dan menyenangkan.
Secara umum, pengertian kesehatan yaitu suatu kondisi atau keadaan secara umum seseorang dari segi semua aspek. Dalam pengertian ini dimaksudkan bahwa kesehatan merupakan tingkat keefisienan dari fungsional dengan atau tanpa metabolisme dari suatu organisme dan juga termasuk manusia. Kesehatan dapat juga diartikan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Ø Konsep Sehat Menurut Dimensi
1. Dimensi Emosi, yaitu dimensi yang meihat dari bagaimana reaksi emosinya seperti menangis, sedih, bahagia, depresi, optimis. Kesehatan Emosional/Afektif dilihat dari kemampuan mengenal emosi dan mengekspresikan emosi tersebut secara tepat.
2. Dimensi Intelektual yaitu dimensi yang melihat bagaimana seseorang berfikir dilihat dari wawasannya, pemahamannya, alasannya, logika dan pertimbangnnya. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran
3. Dimensi Sosial yaitu dimensi yang melihat dari tingkah laku manusia dalam kelompok sosial, keluarga dan sesama lainnya serta penerimaan norma sosial dan pengendalian tingkah laku. Kesehatan Sosial dapat dilihat dari kemampuan untuk membuat dan mempertahankan hubungan dengan orang lain, perilaku kehidupan dalam masyarakat. Kesehatan sosial dapat dilihat juga dari kemampuan untuk memelihara dan memajukan kehidupan pribadi dan keluarganya sehingga memungkinkan bekerja, beristirahat dan menikmati hiburan pada waktunya (UU No 9: pasal 3). Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial,ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai. Dalam arti yang lebih hakiki, kesejahteraan sosial adalah suasana kehidupan berupa perasaan aman damai dan sejahtera, cukup pangan, sandang dan papan. Dalam kehidupan masyarakat yang sejahtera, masyarakat hidup tertib dan selalu menghargai kepentingan orang lain serta masyarakat umum.
4. Dimensi Fisik merupakan dimensi yang dapat ditelaah secara langsung atau memiliki dimensi yang paling nyata. Kesehatan fisik dapat dilihat dari kemampuan mekanistik dari tubuh. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan. Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya, berupa sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut tersisir rapi, berpakaian rapi, berotot, tidak gemuk, nafas tidak bau, selera makan baik, tidur nyenyak, gesit dan seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan normal.
5. Dimensi Spiritual dilihat dari kepercayaan dan praktek keagamaan. Kesehatan spiritual dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam mencapai kedamaian hati. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa misalnya dilihat dari praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.
Dari penjelasan diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa masing-masing dimensi kesehatan tersebut memiliki
peran masing-masing dan saling berhubungan serta memiliki peran penting dalam
kehidupan manusia. Oleh karena itu, masing-masing dimensi tersebut harus
seimbang serta saling melengkapi satu sama lain. Dengan demikian jika ada
perubahan pada salah satu bagian, maka kesempurnaan tersebut akan terganggu.
Inilah yang menyebabkan mengapa masalah kesehatan adalah sesuatu yang cukup
rumit. Sebab kesemua faktor ini saling tumpang tindih dan berinteraksi.
Pemikiran dasar inilah yang membentuk konsep kesehatan total atau kesehatan
seutuhnya. Sebab masing-masing dimensi ini saling mempengaruhi, apa yang
terjadi dalam suatu dimensi akan terjadi juga pada dimensi-dimensi lainnya. Setiap
individu perlu mendapat pendidikan formal maupun informal, kesempatan untuk
berlibur, mendengar alunan lagu dan musik, siraman rohani seperti ceramah agama
dan lainnya agar terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis dan tidak monoton.
C. Sejarah Kesehatan Mental
Ø Sejarah
Kesehatan Mental Di era Modern Dan Gerakan Kesehatan Mental
Perubahan yang sangat berarti dalam
sikap dan pengobatan gangguan mental, yaitu dari animisme (irrasional) dan
tradisional ke sikap dan cara yang rasional (ilmiah), terjadi pada saat
berkembangnya psikologi abnormal dan psikiatri di Amerika Serikat, yaitu pada
tahun 1783. Ketika itu, Benyamin Rush (1745-1813) menjadi anggota staff medis
di rumah sakit Pensylvania. Di rumah sakit ini, ada 24 pasien yang dianggap
sebagai lunatics(orang-orang gila atau sakit ingatan). Pada waktu itu,
sedikit sekali pengetahuan tentang penyakit kegilaan tersebut, dan kurang
mengetahui cara menyembuhkannya. Sebagai akibatnya, pasien-pasien tersebut
didukung dalam sel yang kurang sekali alat ventilasinya, dan mereka
sekali-sekali diguyur dengan air. Rush melakukan usaha yang sangat berguna
untuk memahami orang-orang yang menderita gangguan mental tersebut. Cara yang
ditempuhnya adalah dengan melalui penulisan artikel-artikel dalam koran,
ceramah, dan pertemuan-pertemuan lainnya. Akhirnya, setelah usaha itu dilakukan
(selama 13tahun), yaitu pada tahun 1796, di rumah mental, ruangan ini dibedakan
untuk pasien wanita dan pria. Secara berkesenimbungan, Rush mengadakan
pengobatan kepada para pasien dengan memberikan dorongan (motivasi) untuk mau
bekerja, rekreasi, dan mencari kesenangan. Perkembangan psikologi abnormal dan
pskiatri ini memberikan pengaruh kepada lahirnya ”mental hygiene” yang berkembang
menjadi suatu ”Body of Knowledge”beserta gerakan-gerakan yang
terorganisir. Perkembangan kesehatan mental dipengaruhi oleh gagasan, pemikiran
dan inspirasi para ahli, terutama dari dua tokoh perintis, yaitu Dorothea Lynde
Dixdan Clifford Whittingham Beers. Kedua orang ini banyak mendedikasikan
hidupnya dalam bidang pencegahan gangguan mental dan pertolongan bagi
orang-orang miskin dan lemah. Dorthea Lynde Dix lahir pada tahun 1802 dan
meninggal dunia tanggal 17 Juli 1887. Dia adalah seorang guru sekolah di
Massachussets, yang menaruh perhatian terhadap orang-orang yang mengalami
gangguan mental. Sebagian perintis (pioneer), selama 40 tahun, dia berjuang
untuk memberikan pengorbanan terhadap orang-orang gila secara lebih manusiawi. Usahanya,
mula-mula diarahkan pada para pasien mental di rumah sakit. Kemudian diperluas
kepada para penderita gangguan mental yang dikurung di rumah-rumah penjara.
Pekerjaan Dix ini merupakan faktor penting dalam membangun kesadaran masyarakat
umum untuk memperhatikan kebutuhan para penderita gangguan mental. Berkat
usahanya yang tak kenal lelah, di Amerika Serikat
didirikan 32 rumah sakit jiwa. Dia layak mendapat pujian sebagai salah seorang
wanita besar diabad ke-19. Pada tahun 1909, gerakan kesehatan mental secara
formal mulai muncul. Selama dekade 1900-1909, beberapa organisasi kesehatan
mental telah didirikan, seperti American Social Hygiene Associatin(ASHA) dan
American Federation for Sex Hygiene. Perkembangan gerakan-gerakan di bidang
kesehatanmental ini tidak lepas dari jasa Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Bahkan, karena
jasa-jasanya itulah, dia dinobatkan sebagai ”The Founder Of The Mental Hygiene
Movement”. Dia terkenal karena pengalamannya yang luas dalam bidang pencegahan
dan pengobatan gangguan mental dengan cara yang sangat manusiawi. Dedikasi
Beers yang begitu kuat dalam kesehatan mental dipengaruhi oleh pengalamannya
sebagai pasien di beberapa rumah sakit jiwa yang berbeda. Selama di rumah
sakit, dia mendapatkan pelayanan atau pengobatan yang keras dan kasar (kurang
manusiawi). Kondisi seperti ini terjadi karena pada masa itu belum ada perhatian
terhadap masalah gangguan mental, apalagi pengobatannya. Setelah dua
tahun mendapatkan perawatan di rumah sakit, dia mulai memperbaiki dirinya.
Selama tahun terakhirnya sebagai pasien, dia mulai mengembangkan gagasan untuk
membuat gerakan untuk melindungi orang-orang yang mengalami gangguan mental
atau orang gila (insane). Setelah dia kembali dalam kehidupan yang normal
(sembuh dari penyakitnya), pada tahun 1908, dia menindaklanjuti gagasannya
dengan mempublikasikan tulisan autobiografinya yang berjudul A Mind That Found
It Self. Kehadiran buku ini disambut baik oleh Willian James, sebagai seorang
pakar psikologi. Dalam buku ini, dia memberikan koreksi terhadap program
pelayanan, perlakuan atau ”treatment” yang diberikan kepada para pasien di
rumah sakit yang dipandangnya kurang manusiawi. Di samping itu, dia merupakan
reformator terhadap lembaga yang memberikan perawatan gangguan mental. Beers
meyakini bahwa penyakit atau gangguan mental dapat dicegah atau disembuhkan.
Dia merancang suatu program yang bersifat nasional, yang tujuannya adalah:
2) Melakukan penyebaran informasi kepada masyarakat agar mereka memiliki pemahaman dan sikap yang positif terhadap para pasien yang mengidap gangguan atau penyakit jiwa
3) Mendorong dilakukannya berbagai penelitian tentang kasus-kasus dan obat gangguan mental; dan
4) Mengembangkan praktik-praktik untuk mencegah gangguan mental
D. Pendekatan Kesehatan Mental.
Ø Orientasi Klasik
Pada
umumnya digunakan dalam kedokteran termasuk psikiatri mengartikan sehat sebagai
kondisi tanpa keluhan, baik fisik maupun mental. Orang yang sehat adalah orang
yang tidak mempunyai keluhan tentang keadaan fisik dan mentalnya. Sehat fisik
artinya tidak ada keluhan fisik. Sedangkan sehat mental artinya tidak ada
keluhan mental. Dalam ranah psikologi, pengertian sehat seperti ini banyak
menimbulkan masalah ketika kita berurusan dengan orang-orang yang mengalami
gangguan jiwa yang gejalanya aalah kehilangan kontak dengan realitas.
Orang-orang seperti itu tidak ada keluhan dengan dirinya meski hilang kesadaran
dan tak mampu emngurus dirinya sendiri secara layak. Pengertian sehat mental dari
orientasi klasik kurang memadai untuk digunakan dalam konteks psikologi.
Mengatasi kekurangan itu dikembangkan pengertian baru dari kata
"sehat". Sehat atau tidak adanya seseorang secara mental, belakangan
ini lebih ditentukan oleh kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Orang
yang memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dapat digolongkan
sehat mental. Sebaliknya orang yang tidak dapat menyesuaikan diri digolongkan
sebagai tidak sehat mental.
Ø Orientasi Penyesuaian Diri
Dengan
menggunakan orientasi penyesuaian diri, pengertian sehat mental tidak dapat
dilepaskan dari konteks lingkungan tempat individu hidup. Oleh karena itu
kaitannya dengan standar norma lingkungan terutama norma sosial dan budaya,
kita tidak dapat menentukkan sehat atau tidaknya mental seseorang dari kondisi
kejiwaannya semata. Ukuran sehat mental didasarkan juga pada hubungan antara
individu dengan lingkungannya. Seseorang yang dalam masyarakat tertentu
digolongkan tidak sehat atau sakit mental bisa jadi dianggap senagat sehat
mental dalam masyarakat lain. Artinya batasan sehat atau sehat mental bukan
sesuatu yang absolut. Berkaitan dengan relativitas batasan sehat mental, ada
gejala lain yang juga perlu dipertimbangkan. Kita sering melihat seseorang yang
menampilkan perilaku diterima oleh lingkungan pada satu waktu dan menampilkan
perilaku yang bertentangan dengan norma lingkungan di waktu lain. Misalnya
melakukan agresi yang berakibat kerugian fisik pada orang lain pada saat
suasana hatinya tidak enak tetapi sangat dermawan pada saat suasana hatinya
sedang enak. Dapat dikatakan bahwa orang itu sehat mental pada waktu tertentu
dan tidak sehat mental pada waktu lain. Lalu secara keseluruhan bagaimana kita
menilainya? sehatkah mentalnya? atau sakit? orang itu tidak dapat dinilai
sebagai ssehat mental dan tidak sehat mental sekaligus.
Ø Orientasi Pengembangan Diri
Seseorang
dikatakan mencapai taraf kesehatan jiwa, bila ia mendapat kesempatan untuk
mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh orang
lain dan sirinya sendiri. Dalam psiko-terapi (Perawatan Jiwa) ternyata yang
menjadi pengendalian utama dalam setiap tindakan dan perbuatan seseorang
bukanlah akal pikiran semata-mata, akan tetapi yang lebih penting dan
kadang-kadang sangat menentukkan adalah perasaan. Telah terbukti bahwa tidak
selamanya perasaan tunduk kepada pikiran, bahkan sering terjadi sebaliknya,
pikiran tunduk kepada perasaan. Dapat dikatakan bahwa keharmonisan antara
pikiran dan perasaanlah yang membuat tindakan seseorang tampak matang dan
wajar. Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan Hygiene mental atau
kesehatan mental adalah mencegah timbulnya gangguan mental dan gangguan emosi,
mengurangi atau menyembuhkan penyakit jiwa serta memajukkan jiwa. Menjaga
hubungan sosial akan dapat mewujudkan tercapainya tujuan masyarakat
membawa kepada tercapainya tujuan-tujuan perseorangan sekaligus. Kita tidak
dapat menganggap bahwa kesehatan mental hanya sekedar usaha untuk mencapai
kebahagiaan masyarakat, karena kebahagiaan masyarakat itu tidak akan
menimbulkan kebahagiaan dan kemampuan individu secara otomatis, kecuali jika
kita masukkan dalam pertimbangkan kita, kurang bahagia dan kurang menyentuh
aspek individu, dengan sendirinya akan mengurangi kebahagiaan dan kemampuan
sosialDaftar Pustaka:
http://ariefksmwrdn.blogspot.co.id/2015/03/pengertian-kesehatan-mental-konsep.html
No comments:
Post a Comment