Psikologi Kriminal atau Psikologi Forensik (Forensic Psychology)
Psikologi forensik adalah penelitian dan teori psikologi yang
berkaitan dengan efek-efek dari faktor kognitif, afektif, dan perilaku terhadap
proses hukum. Beberapa akibat dari kekhilafan manusia yang
mempengaruhi berbagai aspek dalam bidanghukum adalah penilaian yang bias,
ketergantungan pada stereotip, ingatan yang keliru, dan keputusan yang salah
atau tidak adil. Karena adanya keterkaitan antarapsikologi dan hukum,
para psikolog sering diminta bantuannya sebagai saksi ahli dan konsultan ruang
sidang. (Baron & Byrne,2004:217)
Aspek penting dari psikologi forensik adalah kemampuannya untuk mengetes
di pengadilan, reformulasi penemuan psikologi ke dalam bahasa
legal dalam pengadilan, dan menyediakan informasi kepada personel legal
sehingga dapat dimengerti (Michael Nietzel,1986). Maka dari itu, ahli
psikologi forensik harus dapat menerjemahkan informasi psikologis ke dalam
kerangka legal (David L.Shapiro,1984).
Hukum merupakan hal yang bisa dikatakan mempunyai pengaruh yang dominan
dalam kehidupan manusia untuk mengarahkan kehidupannnya ke arah yan lebih baik.
Blackburn (dalam Bartol & Bartol, 1994; Kapardis, 1995) membagi peran
psikologi dalam bidang hukum: psychology in law, psychology and law,
psychology of law.
1. Psychology in law,
merupakan aplikasi praktis psikologi dalam bidang hukum seperti psikolog
diundang menjadi saksi ahli dalam proses peradilan.
2. Psychology and law,
meliputi bidang psycho-legal research yaitu penelitian tentang
individu yang terkait dengan hukum seperti hakim, jaksa, pengacara, terdakwa.
3. Psychology of law,
hubungan hukum dan psikologi lebih abstrak, hukum sebagai penentu
perilaku. Isu yang dikaji antara lain bagaimana masyarakat mempengaruhi hukum
dan bagaimana hukum mempengaruhi masyarakat.
Pandangan di atas sesuai dengan pendapat Mark Constanzo (2006) bahwa
peran psikolog/psikologi dalam bidang hukum:
1. Sebagai
penasehat;
2. Sebagai evaluator;
3. Sebagai pembaharu
Isu-isu yang berkaitan dengan kajian aplikasi psikologi dalam bidang
hukum berkenaan dengan persepsi keadilan (bagaimana sesuatu putusan dikatakan
adil, kenapa orang berbuat kejahatan, bagaimana mengubah perilaku orang untuk
tidak berbuat kejahatan). Aplikasi secara detail dalam bidang ini antara lain:
forensik, kriminalitas, pengadilan (hakim, jaksa, terdakwa, saksi, dll),
pemenjaraan, dan yang berkaitan dengan penegakan hukum seperti kepolisian, dan
lain-lain.
Kejahatan: terencana dan dan Tidak terencana : reaksi cepat,
emosional
Macam
Perilaku Kejahatan:
1. Kriminal
biasa : mencuri, mencopet, dll;
2. Kriminal Konvensional: untuk jalan hidup;
3. Kriminal Profesional: dengan keahlian;
4. Kriminal dengan kekerasan: pembunuhan, perkosaan;
5. Kriminal ‘public order’: tidak ada korban, tetapi
secara etika melanggar;
6. Kriminal politik: menentang pemerintah yg berkuasa;
7. Kriminal occupasional:
malpraktek;
8. Kriminal bisnis: manipulasi bisnis, dan menipu konsumen;
9. Yang terorganisasi: mafia, narkoba, dll.
Kegunaan psikologi forensik dalam kasus kriminalitas, adalah sebagai
berikut:
1. Penjelasan berdasarkan psikologi mengenai
perilaku kejahatan: Konsep psikoanalisa mengenai kejahatan. Menurut
psikoanalisa, perilaku kriminal dapat terjadi sebagai hasil dari super-ego atau
ID yang terlalu kaku, lemah, ataupun mengalami deviasi.
2. Menurut konsep learning theories, pendekatan
ini menekankan peran dari keluarga dan teman sebaya sebagai sumber perilaku
kriminal serta peran reinforcement dan punishment dalam menekan perilaku
tersebut.
3. Selain itu, psikologi forensik juga berperan
dalam membuat profile pelaku dari sebuah kasus kejahatan. Kita bisa melihat di
beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Inggris, psikolog membuat profile
mengenai pelaku dari korban-korban yang ada serta bukti di lapangan. Biasanya
profile ini digabungkan dengan profile dari polisi.
4. Selain itu, psikolog juga berperan dalam
sebuah kesaksian. Psikolog menganalisa kesaksian dari saksi ataupun tersangka.
Melihat dari struktur kognitif, teori atribusi, ataupun mengidentifikasi dari
TKP. Yang penting juga yaitu jika ada saksi mata seorang anak-anak.
5. Psikolog juga membantu saksi mata untuk dapat
mengenali suatu kejadian serta membuat saksi mata dapat memperoleh ingatan
mengenai suatu tindak kejahatan.
6. Psikolog juga menganalisa apakah hukuman
penjara bekerja atau tidak, serta efek psikologis yang terdapat pada mereka
yang dipenjara. Psikolog juga membantu di dalam penjara dengan program
pelatihan serta pengobatan perilaku kriminal dengan cara sesi khusus, token
ekonomies, ataupun terapi anger management.
Peran Psikologi Forensic dalam Proses Hukum
Polisi : Membantu polisi dalam melekukan penyelidikan pada
saksi, korban dan pelaku.
Kejaksaan : Membantu jaksa dalam memahami kondisi psikologis
pelaku dan korban, dan memberikan pelatihan tentang gaya bertanya pada saksi.
Pengadilan : Sebagai saksi ahli dalam persidangan.
Lembaga
Pemasyarakatan : Assesmen dan intervensi psikologis pada narapidana.
Jika dilihat dari proses tahapan penegakan hukum, psikologi
berperan dalam empat tahap, yaitu:
1. Pada tahap pencegahan, psikologi dapat
membantu aparak penegak hukum memberikan sosialisasi dan pengatahuan
ilmiah kepada masyarakat bagaimana cara mencegah tindakan kriminal. Misalkan, psikologi
memberikan informasi mengenali pola perilaku kriminal, dengan pemahaman
tersebut diharapkan msyarakat mampu mencegah perilaku kriminal.
2. Pada tahap penanganan, yaitu ketika tindak
kriminal telah terjadi, psikologi dapat membantu polisi dalam mengidentifikasi
pelaku dan motif pelaku sehingga polisi dapat mengungkap pelaku kejahatan.
Misalkan dengan teknik criminal profiling dan geographical
profiling. Criminal profiling merupakan salah cara atau teknik investigasi
untuk mengambarkan profil pelaku kriminal, dari segi demografi (umur, tinggi,
suku), psikologis (motif, kepribadian), modus operandi, dan seting tempat
kejadian (scene). geographical profiling., yaitu suatu teknik investigasi yang
menekan pengenalan terhadap karakteristik daerah, pola tempat, seting kejadian
tindakan kriminal, yang bertujuan untuk memprediksi tempat tindakan krminal dan
tempat tinggal pelaku kriminal sehingga pelaku mudah ditemukan (kemp & Van,
2007)
3. Pada tahap pemindanaan, psikologi memberikan
penjelasan mengenai kondisi psikologis pelaku kejahatan sehingga
hakim memberikan hukuman (pemindanaan) sesuai dengan alat bukti dan
mempertimbangkan motif/kondisi psikologis pelaku
kejahatan. Menurut Muladi dalam (Rizanizarli, 2004) tujuan
pemindanaan adalah memperbaiki kerusakan individual dan sosial yang
diakibatkan tindak pidana. Ada beberapa teori yang terkait dengan
tujuan pemindanaan. Pertama, teori retributif (balas dendam), teori ini
mengatakan bahwa setiap orang harus bertanggung jawab atas perilakunya,
akibatnya di harus menerima hukuman yang setimpal. kedua teori relatif
(tujuan), teori ini bertujuan untuk mencegah orang melakukan perbuatan jahat.
Teori ini sering disebut dengan teori deterrence (pencegahan).
Ada dua jenis teori relatif, yaitu teori pencegahan dan
teori penghambat. Teori pencegahan dibagi dua, yaitu pencegahan umum, efek
pencegahan sebelum tindak pidana dilakukan, misalnya melalui ancaman
dan keteladanan, dan pencegahan spesial, efek pencegahan setelah tindak pidana
dilakukan. Sementara teori penghambatan, yaitu bahwa pemindanaan
bertujuan untuk mengintimidasi mental pelaku agar pada masa datang tidak
melakukannya lagi. Ketiga, behavioristik, teori ini berfokus pda
perilaku. Teori ini dibagi dua, yaitu incapacitation theory,
pemindanaan harus dilakukan agar pelaku tidak dapat berbuat pidana lagi dan
Rehabilitation theory, yaitu pemindanaan dilakukan untuk memudahkan melakukan
rehabilitasi (Rizanizarli, 2004)
4. Tahap terakhir adalah pemenjaraan. Pada tahap
ini pelaku ditempatkan dalam lembaga permasyarakatan (LP).
Tujuannya adalah agar pelaku kejahatan mengalami perubahan perilaku
menjadi orang baik. Namun kenyataannya berbeda, banyak pelaku kriminal setelah
keluar dari LP bukannya menjadi lebih baik tapi tetap melakukan tindakan
kejahatan kembali bahkan secara kuantitas dan kualitas tindakan
kejahatannya lebih berat daripada sebelumnya. Hal ini terjadi karena terjadi
proses pembelajaran sosial ketika di LP. Dalam konsep psikologi, LP
haruslah menjadi tempat rehabilitasi para pelaku kejahatan. Idealnya terjadi
perubahan perilaku dan psikologis narapidana sehingga setelah keluar dapat
menjadi orang yang berperilaku baik dan
berguna bagi masyarakat. Ada beberapa konsep psikoloogi yang
dapat ditawarkan dalam perubahan perilaku narapidana di LP. Pertama,
berorentasi personal, yaitu dengan cara terapi
individual/kelompok, misalkan terapi kogniif. Kedua,
berorentasi lingkungan, dengan menciptakan lingkungan
fisik LP yang mendukung perubahan perilaku narapidana,
misalkan jumlah narapidana sesuai dengan besarnya ruangan sel sehingga tidak
terjadi kepadatan dan kesesakan yang berpotensi menimbulkan perilaku
agresif narapidana.
Kenapa orang berbuat kejahatan ?
Pendekatan Tipologi Fisik dalam Kepribadian
Tokoh yang mempopulerkan pendekatan ini adalah Sheldon dan Kretchmer.
Kretchmer mengajukan teori konstitusi dalam kepribadian yang artinya adalah
mencari hubungan antara tipe tubuh fisiologis dengan tipe kepribadian
seseorang. Menurut Kretchmer ada tiga tipe jaringan embrionik dalam tubuh,
yaitu:
1. Endoderm
berupa sistem digestif (pencernaan)
2. Ectoderm berupa sistem kulit dan syaraf;
3. Mesoderm yang terdiri dari tulang dan otot.
Menurut Kretchmer orang yang normal itu memiliki perkembangan yang
seimbang, sehingga kepribadiannya menjadi normal. Apabila perkembangannyaimbalance,
maka akan mengalami problem kepribadian.
William Shldon (1949), dengan teori Tipologi Somatiknya, Ia membagi
bentuk tubuh ke dalam tiga tipe.
1. Endomorf:
Gemuk (Obese), lembut (soft), and rounded people,
menyenangkan dan sociabel.
2. Mesomorf : berotot (muscular), atletis (athletic people), asertif, vigorous,
andbold.
3. Ektomorf : tinggi (Tall), kurus (thin), and otak berkembang
dengan baik (welldeveloped brain), Introverted, sensitive,
and nervous.
Menurut Sheldon, tipe mesomorf merupakan tipe yang paling banyak
melakukan tindakan kriminal.
Berdasarkan
dari dua kajian di atas, banyak kajian tentang perilaku kriminal saat ini yang
didasarkan pada hubungan antara bentuk fisik dengan tindakan kriminal. Salah
satu simpulannya misalnya, karakteristik fisik pencuri itu memiliki kepala
pendek (short heads), rambut merah (blond hair),
dan rahang tidak menonjol keluar (nonprotruding jaws),
sedangkan karakteristik perampok misalnya ia memiliki rambut yang panjang
bergelombang, telinga pendek, dan wajah lebar. Apakah pendekatan ini diterima
secara ilmiah? Barangkali metode ini yang paling mudah dilakukan oleh para ahli
kriminologi kala itu, yaitu dengan mengukur ukuran fisik para pelaku kejahatan
yang sudah ditahan/ dihukum, orang lalu melakukan pengukuran dan hasil
pengukuran itu disimpulkan.
Pendekatan Teori Trait Kepribadian
Pendekatan ini menyatakan bahwa sifat atau karakteristik kepribadian
tertentu berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk melakukan tindakan
kriminal. Beberapa ide tentang konsep ini dapat dicermati dari hasil-hasil
pengukuran tes kepribadian.
Dari beberapa penelitian tentang kepribadian baik yang melakukan teknik
kuesioner ataupun teknik proyektif dapatlah disimpulkan kecenderungan
kepribadian memiliki hubungan dengan perilaku kriminal. Dimisalkan orang yang
cenderung melakukan tindakan kriminal adalah rendah kemampuan kontrol dirinya,
orang yang cenerung pemberani, dominansi sangat kuat, power yang
lebih, ekstravert, cenderung asertif, macho,
dorongan untuk memenuhi kebutuhan fisik yang sangat tinggi, dan sebagainya.
Sifat-sifat di atas telah diteliti dalam kajian terhadap para tahanan oleh
beragam ahli.
Hanya saja,
tampaknya masih perlu kajian yang lebih komprehensif tidak hanya satu aspek
sifat kepribadian yang diteliti, melainkan seluruh sifat itu bisa diprofilkan
secara bersama-sama.
Pendekatan Psikoanalisis
1. Freud
melihat bahwa perilaku kriminal merupakan representasi dari Id yang
tidak terkendalikan oleh ego dan super ego. Id ini
merupakan impuls yang memiliki prinsip kenikmatan (Pleasure Principle).
Ketika prinsip itu dikembangkannyaSuper-ego terlalu lemah untuk
mengontrol impuls yang hedonistik ini. Walhasil, perilaku untuk sekehendak hati
asalkan menyenangkan muncul dalam diri seseorang. Mengapa super-ego lemah?
Hal itu disebabkan oleh resolusi yang tidak baik dalam menghadapi konflik
Oedipus, artinya anak seharusnya melakukan belajar dan beridentifikasi dengan
bapaknya, tapi malah dengan ibunya.
2. Penjelasan lainnya dari pendekatan psikoanalis yaitu bahwa tindakan
kriminal disebabkan karena rasa cemburu pada bapak yang tidak terselesaikan,
sehingga individu senang melakukan tindak kriminal untuk mendapatkan hukuman
dari bapaknya.
3. Psikoanalist lain (Bowlby: 1953) menyatakan bahwa aktivitas kriminal
merupakan pengganti dari rasa cinta dan afeksi. Umumnya kriminalitas dilakukan
pada saat hilangnya ikatan cinta ibu-anak.
Pendekatan Teori Belajar Sosial
Teori ini dimotori oleh Albert Bandura (1986). Bandura menyatakan bahwa
peran model dalam melakukan penyimpangan yang berada di rumah, media, dan
subcultur tertentu (gang) merupakan contoh baik untuk terbentuknya
perilaku kriminal orang lain. Observasi dan kemudian imitasi dan identifikasi
merupakan cara yang biasa dilakukan hingga terbentuknya perilaku menyimpang
tersebut. Ada dua cara observasi yang dilakukan terhadap model yaitu secara
langsung dan secara tidak langsung (melalui vicarious reinforcement).
Pendekatan
Teori Kognitif
Penelitian Yochelson & Samenow (1976, 1984) mencoba mengetahui
tentang gaya kognitif (cognitive styles) pelaku kriminal dan
mencari pola atau penyimpangan bagaimana memproses informasi. Para peneliiti
ini yakin bahwa pola berpikir lebih penting daripada sekedar faktor biologis
dan lingkungan dalam menentukan seseorang untuk menjadi kriminal atau bukan.
Dengan mengambil sampel pelaku kriminal seperti ahli manipulasi.(master manipulators),
liar yang kompulsif, dan orang yang tidak bias mengendalikan dirinya
mendapatkan hasil simpulan bahwa pola piker pelaku kriminal itu memiliki logika
yang sifatnya internal dan konsisten, hanya saja logikanya salah dan tidak
bertanggung jawab. Ketidaksesuaian pola ini sangat beda antara pandangan
mengenai realitas.
Faktor
penyebab perilaku kriminalitas dapat dijabarkan menjadi:
1. Faktor
Demografik, yaitu antara lain usia muda, jenis kelamin dan status sosial
rendah;
2. Faktor Keluarga, yaitu antara lain kelahiran diluar nikah, ketidakmampuan
orang tua memberi pengasuhan, penyaalahgunaan anak atau pengabaian anak, akibat
kehamilan yang tidak diharapkan dan kurangnya kelekatan dengan orang tua;
3. Faktor pekerjaan atau sekolah;
4. Faktor kepribadian, yang meliputi antara lain kepribadian sensation
seeking atau risk taking yang sering ditunjukkan oleh remaja seperti berbohong,
impulsive dan kesulitan menunda kepuasan, locus of control eksternal, kebiasaan
mengkonsumsi alcohol dan penyalahgunaan obat;
5. Faktor yang berkaitan dengan riwayat seksual, seperti usia saat melakukan
hubungan seksual pertama kali, jumlah pasangan seksual dan usia saat melakukan
pernikahan pertama; dan gangguan klinis yang diderita
No comments:
Post a Comment